Pajak CPO Harusnya Lebih Banyak Mengalir ke Daerah 

Ekonomi-Bisnis | Selasa, 06 Agustus 2019 - 11:48 WIB

Pajak CPO Harusnya Lebih Banyak Mengalir ke Daerah 
Pekebun sedang melakukan panen buah sawit. (DOK. RIAUPOS)

JAKARTA (Riaupos.co) – Dewan Perwakilan Daerah (DPD) mendorong pemerintah memberikan porsi lebih besar ke daerah untuk pajak-pajak yang diterima negara dari hasil komoditas kepala sawit yang dikembangkan di sejumlah daerah. Saat ini, produk Crude Pal Oil (CPO) menjadi salah satu andalan ekspor Indonesia ke manca negara.

Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Darmayanti Lubis menyatakan perolehan pajak dari hasil penjualan CPO seharusnya sebagian besar kembali ke daerah asal guna mempercepat pertumbuhan pembangunan di daerah.


Senator asal Sumatera Utara menilai prinsip perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah masih belum mencerminkan prinsip-prinsip yang berkeseimbangan dan berkeadilan. Hal ini ditandai dengan masih tingginya ketergantungan keuangan daerah pada transfer dan dari Pemerintah Pusat.

“Salah satunya menyangkut Dana Bagi Hasil sektor sumber daya alam, khususnya pajak CPO yang tidak mengalir ke daerah penghasil untuk meningkatkan pendapatan daerah dari sektor perkebunan,” ungkapnya.

Menurutnya, industri kelapa sawit selalu menjadi isu strategis, baik di tingkat regional maupun global. Isu strategis itu dipicu oleh aspek keuntungan dan kerugian. Industri ini dinilai telah memberikan peran penting bagi perekonomian nasional karena mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengurangi kemiskinan. Namun, di sisi lain dipandang belum memberikan dampak signifikan bagi daerah penghasil yang dapat menjadi salah satu sumber dana pembiayaan penyelenggaraan otonomi daerah.

“Tidak berimbangnya dana bagi hasil ke daerah, membuat banyak daerah penghasil masih mengandalkan dana transfer dari pusat yang pada gilirannya membuat daerah bergantung pada dana transfer dari pusat. Ini memperlemah otonomi di satu sisi, dan memperkuat hegemoni pusat di sisi yang lain,” tukas Wakil Ketua DPD RI tersebut.

Tidak mengalirnya pajak CPO ke daerah penghasil, menurutnya, karena regulasi yang kurang tepat. Undang-Undang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah mengatur Dana Bagi Hasil (DBH) dari sumber daya alam hanya berasal dari Penerimaan kehutanan yang berasal dari Iuran Izin Usaha Pemanfaatan Hutan (IIUPH), Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) dan dana reboisasi yang dihasilkan dari wilayah daerah yang bersangkutan.

Penerimaan pertambangan mineral dan batubara berasal dari penerimaan iuran tetap (landrent) dan penerimaan iuran eksplorasi dan iuran eksploitasi(royalty) yang dihasilkan dari wilayah daerah yang bersangkutan, Penerimaan Negara dari sumber daya alam pertambangan minyak bumi yang dihasilkan dari wilayah daerah yang bersangkutan, Penerimaan Negara dari sumber daya alam pertambangan gas bumi yang dihasilkan dari wilayah daerah yang bersangkutan.

Sementara penerimaan dari panas bumi berasal dari penerimaan setoran bagian Pemerintah Pusat, Iuran tetap, dan iuran produksi yang dihasilkan dari wilayah daerah yang bersangkutan. Dengan ketentuan yang limitative tersebut, pajak CPO tidak menjadi sumber Dana Bagi Hasil dari sektor sumber daya alam khususnya perkebunan bagi daerah-daerah.

“DPD RI sebagai lembaga Negara penyalur aspirasi daerah, bersama-sama dengan daerah-daerah menyerukan agar dilakukan peninjauan kembali terhadap kebijakan regulasi yang memasung dan menghambat otonomi daerah,”tegasnya.

Darmayanti mendorong dilakukannya perubahan terhadap UU Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, dan juga terhadap UU Pemerintah Daerah, dalam rangka melindungi kelestarian lingkungan. Ïni penting agar sumber daya alam di daerah tidak tereksploitasi secara tidak proporsional akibat kebijakan pusat yang melihat daerah hanya sebagai bagian dari kekuasaan dan kewenangan pusat,” pungkasnya.

Sumber: Jawapos.com
Editor: Edwir
 









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook